Awal
munculnya konsep Masyarakat Informasi sebagai bagian dari fenomena perubahan
masyarakat. Sebelum konsep Masyarakat Informasi dikenal dan dipergunakan dalam
berbagai kajian seperti pada saat ini, yang berkembang terlebih dahulu adalah
konsep Masyarakat Pasca Industri yang dikemukakan oleh Daniel Bell. Dengan
adanya perkembangan teknologi informasi, konsep tentang Masyarakat Informasi
diperdalam oleh Manuel Castells dengan mengkaji tentang munculnya Masyarakat
Jaringan(Network Society). Berikut adalah ulasan tentang masyarakat Pasca Industri dan Masyarakat Jaringan (Network Society) :
1. Masyarakat
Pasca Industri (Post Industrial Society): Daniel Bell
Melalui karyanya berjudul The Coming of Post Industrial (1976) Daniel
Bell meramalkan akan adanya "Masyarakat Pasca Industri". Dalam
karyanya tersebut, Bell menyebutkan bahwa basis kekuatan masyarakat post-industrial berbeda
dengan dua jenis masyarakat sebelumnya, yaitu masyarakat pra industri dan
masyarakat industri. Bila kekuatan utama masyarakat pra-industri terletak pada
sumber daya alam, terutama lahan, dan masyarakat industri pada mesin, maka
dalam masyarakat post-industrial, Bell berpendapat informasi serta
teknologi informasilah sebetulnya yang menjadi kekuatan utamanya. Tanpa
memiliki kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi informasi,
boleh dikata tidak akan mungkin masyarakat mampu bertahan dansurvive dalam
melangsungkan kehidupannya. Bisa dibayangkan, di era sekarang ini, bagaimana
mungkin interaksi masyarakat di era global dan perkembangan sektor perekonomian
bisa berlangsung jika tidak didukung teknologi informasi.
Dalam kajian dan perkembangan ilmu sosial, konsep tentang Masyarakat Informasi
dalam karya Daniel Bell sebenarnya tidak muncul begitu saja dari hasil
perenungan. Bell mengemukakan prediksinya tentang kehadiran masyarakat
informasi karena adanya kecenderungan data ketika itu yang memperlihatkan
perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama berkaitan dengan munculnya
jenis-jenis pekerjaan baru di masyarakat. Kecenderungan utama yang mengiringi
proses terbentuknya masyarakat pasca industri adalah kemunculan dan pesatnya
pertumbuhan berbagai jenis lapangan kerja yang berhubungan dengan informasi,
meningkatnya bisnis dan industri dengan produksi, transmisi dan analisis
informasi, serta meningkatnya sentralitas peran para teknolog, yaitu para
manajer dan profesional terdidik yang memiliki keahlian khusus dalam mengolah
dan memanfaatkan informasi untuk keperluan pembuatan keputusan.
Berangkat dari argumennya bahwa mayoritas jenis pekerjaan di masyarakat
menentukan ciri penjelas suatu masyarakat, maka Bell berusaha membedakan
jenis-jenis pekerjaan dalam evolusi masyarakat dari pra industrial hingga post-industrial.
Bell menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, pekerjaan di sektor
pertanian umumnya adalah mata pencaharian yang dominan dan merupakan tempat
masyarakat agraris menggantungkan kehidupannya. Sementara itu, dalam masyarakat
industri, berbagai pekerjaan di pabrik adalah mata pencaharian yang populer di
masyarakat, dan bahkan menjadi norma tersendiri karena sebagian besar
masyarakat umumnya telah menyadari bahwa mereka tidak mungkin hanya menggantung
kehidupannya dari sektor pertanian di tengah munculnya berbagai pabrik dan
industri yang makin massif. Dalam masyarakat pasca-industri, pekerjaan yang
dominan umumnya adalah pekerjaan di bidang jasa pelayanan, terutama pekerjaan
yang berbasis pada pengolahan informasi dan pemanfaatan teknologi informasi
(lihat: Webster 2006: 32). Secara lebih rinci, tahap-tahap perkembangan
masyarakat menurut Daniel Bell adalah sebagai berikut:
Pertama, masyarakat pra-industri. Dalam buku The Coming of Post-Industrial
Society,Bell (1976) menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, angkatan
kerja yang ada umumnya banyak terlibat dalam industri-industri ekstraktif,
yaitu meliputi pertambangan, perikanan, kehutanan, pertanian. Ketika sumber
daya alam melimpah, dan orang tidak terlalu harus bergantung pada teknologi
untuk memperoleh sesuatu, maka kehidupan utama penduduk di era pra-industrial
umumnya adalah bergantung dan banyak bersinggungan dengan alam. Orang bekerja
dengan kekuatan ototnya dengan cara-cara yang telah diwarisinya, dan indrawi
orang terhadap dunia terkondisi sedemikian rupa tergantung pada elemen-elemen
seperti musim, sifat dari tanah, dan jumlah air. Ritme kehidupan masyarakat di
era pra-industrial lebih cenderung dibentuk oleh siklus dan ritme alam,
sehingga jenis pekerjaan penduduk pun umumnya sangat tergantung pada alam, yang
produktifitasnya rendah, dan ekonomi pun terkait dengan wujud alam dan
fluktuasi harga bahan baku dalam ekonomi dunia.
Unit
kehidupan sosial yang berkembang pada masyarakat pra-industrial adalah
perluasan dari rumah tangga. Secara umum, di masyarakat pra-industrial
kesejahteraan belum dan tidak mudah tercapai, karena warga masyarakat yang ada
cenderung hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk dirinya sendiri. Di era
masyarakat pra-industrial, sering terjadi jasa pelayanan domestik menjadi murah
dan berlimpah-ruah. Di Inggris, menurut Daniel Bell, sampai periode Victorian
Pertengahan, kelompok pekerja terbesar tunggal dalam masyarakat ialah pembantu
rumah tangga. Masyarakat pra-industri adalah masyarakat agraria yang
terstruktur dalam cara-cara yang rutin dan dikelola oleh otoritas tradisional.
Kedua, masyarakat industri. Dalam masyarakat industri – yang secara geografis
menurut Bell umumnya berada di wilayah negara-negara Atlantik Utara ditambah
Uni Soviet dan Jepang – mereka umumnya adalah masyarakat penghasil barang.
Berbeda dengan masyarakat pra-industrial yang kehidupannya lebih banyak
dikendalikan alam, kehidupan masyarakat industri ibaratnya adalah sebuah
permainan bersama fabrikasialam yang bersifat teknis dan rasional.
Modernisasi dan kehadiran berbagai perangkat teknologi produksi atau mesin
sangat mendominasi, dan ritme kehidupan masyarakat umumnya dipacu secara
mekanis. Keberadaan tenaga manual yang harus bersaing dengan teknologi modern,
menyebabkan ritme kehidupan masyarakat lantas lebih sering menyesuaikan diri
dengan irama mesin daripada irama kehidupan manusia itu sendiri.
Di
era masyarakat industrial, penemuan energi dan mesin-mesin telah menggantikan
kekuatan otot dan kehadiran listrik yang merupakan dasar bagi produktifitas
merupakan tanda dari masyarakat industri. Di masyarakat industri, keahlian
diuraikan ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana, yaitu ahli teknik,
yang bertanggungjawab atas tata letak dan aliran kerja, serta pekerja setengah
ahli. Dalam proses perkembangan masyarakat industri, bukan tidak mungkin di
satu titik tertentu, kehadiran mesin yang diciptakan manusia nantinya justru
akan menggantikan diri manusia, karena dirasakan lebih produktif dan tak
berperasaan. Di masyarakat industrial, sering terjadi manusia lantas hanya
diperlakukan sebagai “benda”, sehingga tak jarang terjadi apa yang disebut
proses eksploitasi dan alienasi.
Ketiga, masyarakat pasca-industri atau post-industrial. Masyarakat
yang disebut Bell sebagai masyarakat informasi ini umumnya didasarkan pada jasa
pelayanan dan keahlian profesional. Berbeda dengan kaum petani dan buruh yang
hanya mengandalkan pada kekuatan otot secara manual, di era masyarakat
post-industrial, aktivitas perekonomian dan bahkan kehidupan sosial-politik
umumnya banyak dipengaruhi bukan hanya energi, tetapi juga informasi. Pelaku
utamanya disebut kaum profesional, karena mereka dalam bekerja berbekal dan
dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihannya, sehingga memperoleh jenis
keahlian yang semakin dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri.
Berbeda
dengan masyarakat industri yang ditandai dengan kuantitas barang sebagai tanda
dari standar kehidupan, maka masyarakat pasca-industri ditandai dengan kualitas
kehidupan yang diukur oleh jasa dan kesejahteraan – kesehatan, pendidikan,
rekreasi, dan seni – yang sekarang memang dikehendaki dan menjadi dambaan bagi
siapa saja. Menurut Daniel Bell, dalam transformasi masyarakat industri menuju
pasca-industri, terdapat beberapa tahapan berbeda. Pertama, dalam perkembangan
dasar masyarakat industri terdapat perluasan transportasi dan utilitas umum
yang diperlukan sebagai jasa tambahan di dalam menggerakan barang serta semakin
bertambah besarnya penggunaan energi, dan adanya peningkatan pada
non-manufaktur tapi masih membutuhkan pekerja kasar. Kedua, dalam konsumsi
massal terhadap barang dan pertumbuhan populasi, terdapat peningkatan pada
distribusi (besar maupun retail), dan keuangan, real-estate, serta
asuransi, yang merupakan pusat-pusat dari pekerjaan kantoran. Ketiga, ketika
naiknya pendapatan nasional, orang menemukan bahwa proporsi uang untuk makanan
di rumah mulai menurun, dan sebaliknya terjadi peningkatan proporsi uang yang
digunakan untuk membeli bahan-bahan tahan lama (pakaian, rumah, mobil),
selanjutnya item-item mewah, rekreasi dan seterusnya.
2. Kecenderungan
Menuju Masyarakat Pasca Industri
Pergeseran masyarakat dari tahap industrial ke post-industrial sudah
barang tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Salah satu indikasi terpenting
ketika itu adalah bergesernya sebagian besar angkatan kerja dari sektor
pertanian (sektor primer) dan manufaktur (sektor sekunder) ke sektor-sektor
jasa (sektor tersier). Perkembangan lapangan kerja di bidang informasi,
khususnya di lingkungan kantoran yang melahirkan pekerja “kerah putih” ikut
menopang pesatnya pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut. Pekerjaan di bidang
informasi itu sendiri sangat beragam, mulai dari pemrograman dan pembuatan
perangkat lunak komputer hingga ke pengajaran dan penelitian berbagai hal yang
berkaitan dengan pengelolaan informasi dan dampak perkembangan teknologi
informasi. Industri-industri informasi seperti penyedia jaringan data, dan
jasa-jasa komunikasi merupakan pekerjaan di bidang informasi yang tumbuh di era
masyarakat post-industrial dan semua itu membuat pekerjaan informasi menjadi
pilar terpenting perekonomian.
Tentang kecenderungan munculnya berbagai pekerjaan di sektor jasa, khususnya
bidang informasi, dalam The Coming of Post Industrial Society, Daniel
Bell (1976) lebih rinci mengemukakan bahwa setelah pergantian abad, hanya ada
tiga pekerja dari setiap sepuluh pekerja dalam negeri bekerja dalam industri
jasa dan tujuh dari sepuluh pekerja terlibat dalam produksi barang. Sampai
tahun 1950-an, proporsi tersebut menjadi lebih seimbang. Memasuki tahun 1968,
proporsi berubah sehingga enam dari setiap sepuluh pekerja bekerja dalam bidang
jasa. Kemudian pada tahun 1980-an, dengan naiknya dominansi jasa pelayanan,
nyaris tujuh dari setiap sepuluh pekerja bekerja dalam industri jasa. Antara
tahun 1900 dan 1980, dengan keadaan terbalik dari proporsi antar sektor,
terjadi dua perubahan struktural dalam perekonomian Amerika: pertama, perubahan
ke bidang jasa, dan kedua, naiknya sektor publik sebagai bidang utama lapangan
pekerjaan.
Menurut fakta sejarah yang terjadi, perubahan lapangan pekerjaan ke bidang jasa
memang bukan merupakan perubahan yang sifatnya instant, tiba-tiba hadir
melangkahitrend jangka panjang perkembangan masyarakat sebelumnya. Di
Amerika, sebagaimana dikaji Bell, dari tahun 1870 sampai 1920, terjadi
perpindahan pekerjaan masyarakat dari bidang pertanian ke industri: lapangan
pekerjaan dalam bidang jasa naik cepat dalam bidang industri dan peningkatan
besar dalam bidang jasa berada pada bidang-bidangtambahan dari
transportasi, utilitas, dan distribusi. Ini adalah periode sejarah dari
industrialisasi dalam kehidupan bangsa Amerika. Namun, setelah tahun 1920, tingkat
pertumbuhan pada sektor non-pertanian mulai melandai. Lapangan pekerjaan
industri masih meningkat jumlahnya, tetapi proporsi dari total lapangan
pekerjaan cenderung menurun, ketika lapangan pekerjaan dalam bidang jasa mulai
tumbuh dengan tingkat yang lebih cepat, dan dari tahun 1968 sampai 1980,
apabila kita mengambil bidang manufaktur sebagai kunci utama bagi sektor
industri, maka tingkat pertumbuhan akan kurang sampai separuh angkatan kerja
secara keseluruhan.
Perubahan besar dalam dunia ketenagakerjaan mulai terjadi di tahun 1947,
setelah Perang Dunia II. Pada saat itu, lapangan pekerjaan di Amerika
benar-benar seimbang. Namun semenjak usai Perang Dunia II, tingkat pertumbuhan
mulai terbagi ke dalam pola baru yang dipercepat. Dari tahun 1947 sampai 1968
terdapat pertumbuhan sekitar 60 persen pada lapangan pekerjaan jasa pelayanan,
sementara lapangan pekerjaan dalam industri penghasil barang meningkat lebih
kurang hanya 10 persen. Di mata Daniel Bell, perkembangan sektor jasa yang luar
biasa ini mengejutkan, sekaligus merupakan indikasi terjadinya pergeseran tahap
perkembangan masyarakat menuju masyarakat informasi.
Di Amerika, pertumbuhan paling penting dalam lapangan pekerjaan sejak tahun
1947 adalah pemerintahan. Satu dari setiap enam pekerja Amerika saat ini
bekerja pada satu dari 80.000 atau lebih badan yang mendukung pemerintahan
Amerika Serikat di waktu itu. Di tahun 1929, tiga juta orang bekerja di
pemerintahan – atau sekitar 16 persen dari angkatan kerja yang ada. Sampai
tahun 1980, gambaran tersebut naik menjadi tujuh belas juta orang atau 17
persen dari angkatan kerja. Namun demikian, di luar pemerintahan, perlu dicatat
bahwa jasa pelayanan umum adalah bidang lapangan pekerjaan kedua yang tumbuh
paling cepat antara tahun 1947 dan 1968, dan sekitar 10 persen dari lapangan
pekerjaan pada jasa pelayanan umum adalah lembaga-lembaga pendidikan swasta.
Pekerjaan di bidang jasa pendidikan secara keseluruhan, baik negeri maupun
swasta, mencapai 8 persen dari total lapangan pekerjaan di Amerika Serikat.
Dalam jasa pelayanan umum, kategori terbesarnya adalah jasa pelayanan medik, di
mana lapangan pekerjaan naik dari 1,4 juta ditahun 1958 menjadi 2,6 juta pada
dekade kemudian.
Menyebarnya berbagai pekerjaan di bidang jasa pelayanan, khususnya dalam
perdagangan, keuangan, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan, menggambarkan
betapa pesat perkembangan masyarakat pekerja kantoran (white-collar workers).
Namun demikian, Bell juga menegaskan bahwa semua jasa pelayanan yang muncul
tidak berarti pekerja kantoran, karena jasa-jasa tersebut juga meliputi pekerja
transportasi dan bengkel mobil. Sebaliknya, tidak semua manufaktur adalah
pekerjaan buruh (blue-collar workers). Di tahun 1970, komponen pekerjaan
kantoran dalam bidang manufaktur –profesional, manajerial, tata buku, dan
penjualan-- hampir mencapai 33 persen dari angkatan kerja yang ada, sementara
69 persennya adalah pekerja buruh (6.055.000 pekerja kantoran dan 13.400.000
pekerja buruh). Sampai tahun 1975 komponen pekerja kantoran mencapai 34,5
persen. Di dalam angkatan kerja pekerja buruh sendiri terdapat perubahan stabil
dan berbeda-beda dari pekerjaan produksi langsung ke pekerjaan non-produksi,
karena semakin banyak pekerjaan menjadi pekerjaan otomatis dan di dalam pabrik,
pekerja yang dibutuhkan adalah pekerja yang berkaitan dengan mesin, seperti
perbaikan dan pemeliharaan mesin, daripada pekerjaan perakitan.
Di tahun 1980, total angkatan kerja bidang manufaktur mencapai sekitar 22 juta
orang atau 22 persen dari angkatan kerja pada saat itu. Namun dengan penyebaran
luas perkembangan teknologi seperti alat mesin kontrol numerik, komputer
elektronik, instrumentasi, dan kontrol otomatik, maka proporsi dari pekerja
produksi langsung menjadi menurun stabil.
Terlepas apapun perubahan yang terjadi, dan seberapa besar proporsi pekerjaan
di bidang jasa yang tumbuh, perubahan menjadi masyarakat pasca-industri
sesungguhnya tidak hanya ditandai dengan perubahan pada sektor distribusi –
tempat di mana orang bekerja – namun juga pada pola pekerjaan, yakni jenis pekerjaan
yang mereka kerjakan. Di Amerika, sejak tahun 1920, kelompok pekerja kantoran
menjadi kelompok pekerja dengan pertumbuhan tercepat dalam masyarakat, dan ini
terus berlanjut sampai tahun 1956, dan untuk kali pertama kelompok ini
melampaui lapangan pekerjaan dari pekerja buruh. Sampai tahun 1980, rasionya
adalah sekitar 5:3 untuk pekerja kantoran.
Dengan kenyataan ini, perubahan yang terjadi di masyarakat Amerika sesungguhnya
adalah sangat dramatis, meski kadangkala tersamar karena hingga kini
keseluruhan jumlah dari pekerja kantoran adalah para wanita pada bidang
pembukuan atau penjualan; dan di masyarakat Amerika, sebagaimana pada
masyarakat lainnya, status keluarga masih dinilai berdasarkan pekerjaan
laki-laki. (lihat: Waters, 1996: 111-115)
3.
Arti Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri
Selain pergeseran okupasi, kecenderungan lain yang mengiringi munculnya
masyarakat pasca industri di Amerika dan di berbagai belahan dunia yang lain
adalah meningkatnya arti penting pengetahuan termasuk informasi dan pengetahuan
teoritis serta metodologis dan kodifikasinya yang menjelma dalam manajemen
institusi-institusi sosial dan ekonomi. Dalam masyarakat pasca industri yang terpenting
adalah penyusunan prediksi, perencanaan dan pengelolaan organisasi. Lebih jauh,
menurut Bell, kompleksitas dan besarnya skala sistem-sistem sosial dan ekonomi
menuntut adanya perencanaan dan peramalan sistematik yang lebih baik yang tidak
bisa lagi diperoleh dari survei dan eksperimen biasa, tetapi perlu didukung
oleh pengelolaan dan pengolahan informasi yang akurat dan senantiasa up to
date (Kuper & Kuper, 2000).
Meski Bell mengemukakan prediksi perkembangan masyarakat hanya dengan berbasis
pada data sekunder pergeseran okupasi di masyarakst, namun demikian Bell dengan
tegas berani menyatakan bahwa perkembangan berbagai pekerjaan di bidang jasa
informasi adalah bukti yang kuat, yang menunjukkan bahwa masyarakat
pasca-industri tak pelak adalah identik dengan masyarakat informasi (Bell,
1976), sehingga ’ekonomi jasa pelayanan’ menandakan tibanya era
pasca-industrialisme.
Di
atas telah dipaparkan bahwa di setiap tahapan perkembangan masyarakat, telah
muncul karakter kehidupan dalam epos yang berbeda. Dalam masyarakat
pra-industri, kehidupan adalah ’permainan terhadap alam’ di mana orang bekerja
dengan lebih banyak mengandalkan kekuatan ototnya. Sementara dalam era
industri, di mana kehadiran ’mesin mendominasi’ dalam wujud ’teknik dan rasionalisasi’,
kehidupan adalah ’permainan terhadap alam fabrikasi’. Berlawanan dengan
keduanya ini, kehidupan dalam masyarakat pasca-industri yang didasarkan pada
jasa pelayanan, yang terjadi adalah permainan antar manusia, di mana apa yang
penting bukanlah kekuatan otot atau tenaga, melainkan informasi (Bell, 1976).
Dengan kata lain, ketika orang berjuang untuk hidup dari lahan tanah dan
tergantung pada cara-cara tradisional untuk bekerja (pra-industrialisme), dan
kemudian orang terikat dengan mesin produksi (industrialisme), dengan
kemunculan masyarakat jasa pelayanan/pasca-industri, maka mayoritas materi
pekerjaann umumnya adalah berkaitan dengan informasi, termasuk bagaimana
mengelola dan mengolah informasi untuk kepentingan kehidupan sosial, ekonomi
maupun politik.
Dalam
konteks hubungan dan interaksi antarmanusia, termasuk kompetisi yang
berlangsung antar mereka, informasi adalah sumber daya dasarnya. Berbagai
profesi yang lahir di era post-industrial, seperti bankir, pendidik,
konsultan, bagian pemasaran perusahaan, dan lain sebagainya, pada dasarnya
adalah profesi yang termasuk ke dalam pekerjaan jasa pelayanan atau pekerjaan
informasi. Oleh karenanya, dominasi lapangan pekerjaan jasa pelayanan
menimbulkan kuantitas informasi yang semakin bertambah banyak. Daniel Bell
sendiri membedakan tiga jenis pekerjaan dalam masyarakat, yaitu aktivitas ekstraktif,
fabrikasi dan informasi.
Di era masyarakat post-industrial, lapangan pekerjaan yang dominan dan
terus bertambah tak pelak adalah pekerjaan informasi. Daniel Bell memprediksi
bahwa pekerjaan di bidang jasa informasi ini akan menjadi penopang utama
kehidupan masyarakat di era global seperti sekarang, karena beberapa alasan.
Pertama, pekerjaan informasi adalah lapangan pekerjaan kerah-putih yang
berhubungan dengan manusia daripada benda, serta menjanjikan kepuasan kerja
lebih besar daripada sebelumnya. Kedua, Bell mengklaim bahwa di dalam pekerjaan
profesional sektor jasa pelayanan, yakni akuntansi, lebih dari 30 persen
angkatan kerjanya adalah mereka yang lahir akhir tahun 1980-an. Ini artinya
bahwa ’orang pusat’ dalam masyarakat post-industrial adalah kaum profesional,
karena mereka telah dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihan, sehingga
mampu memberikan keahlian yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat
pasca-industri’. Ketiga, ’inti dari masyarakat pasca-industri ialah jasa
pelayanan teknik profesionalnya’, di mana ’ilmuwan dan insinyur adalah mereka
yang membentuk kelompok utama dalam masyarakat pasca-industri. Keempat, ini
adalah segmen jasa pelayanan tertentu yang ’menentukan bagi masyarakat
pasca-industri’. Mereka adalah para profesional dalam bidang kesehatan,
pendidikan, penelitian dan pemerintahan, di mana kita mampu menyaksikan
’perluasan intelegensia baru di universitas, organisasi penelitian, profesi,
dan pemerintahan’(Waters, 1996: 110).
Secara garis besar, sejumlah perubahan penting yang terjadi di masyarakat post-industrial adalah:
Pertama, kehadiran pekerjaan yang lebih profesional, peranan lebih besar pada
intelektual, kepentingan lebih ditempatkan pada kualifikasi, dan lapangan
pekerjaan lebih bersifat orang-ke-orang. Ini tidak hanya memberikan prospek
yang lebih menarik, tetapi juga meningkatkan peranan informasi/pengetahuan.
Berbeda dengan era kapitalis di mana aktivitas perekonomian berkembang lebih
ditentukan oleh laissez-faire atau dalam istilah Adam Smith sebagai
”tangan-tangan tuhan yang tidak kelihatan”, di era masyarakat post-industrial,
peran informasi menjadi sangat penting karena para profesional tidak lagi
memandang pasar bebas sebagai hal yang selalu sulit diprediksi, melainkan
mereka akan memahami dinamika pasar dengan perkiraan, strategi dan perencanaan.
Tanpa didukung pengetahuan dan informasi, tidaklah mungkin para profesional
akan mampu membuat prediksi dan perencanaan untuk mengantisipasi dinamika pasar
bebas. Oleh sebab itu, sangatlah wajar jika di era masyarakat post-industrial,
peran informasi lantas berkembang menjadi sangat penting, dan bahkan
menentukan.
Kedua, di era pasca industri, para cendekiawan umumnya tidak lagi perhatian
pada laba dan rugi, yang menjadi persoalan adalah bagaimana memastikan dan
mempersiapkan perkembangan pengetahuan anak muda, karakter sekaligus keahlian.
Dokter tidak lagi menganggap pasien sebagai jumlah penghasilan X. Dalam
masyarakat pasca-industri, orang tidak diperlakukan sebagai unit (nasib dari
pekerja industri di era ketika perhatian utamanya adalah mesin dan uang),
melainkan keuntungan dari jasa pelayanan profesional yang berorientasi pada
orang yang dalilnya ada pada kebutuhan klien. Berbagai pertimbangan baru,
seperti kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, perhatian terhadap
orang-orang berusia lanjut, prestasi pendidikan yang harus melebihi vokasional,
semuanya merupakan preseden atas persoalan-persoalan output ekonomi
dan persaingan yang dapat diatasi oleh kaum profesional berkat dukungan
informasi (Webster, 2006: 32).
Ketiga, kecenderungan lain yang terjadi adalah bergesernya kekuasaan, di mana
kalangan profesional dan kelas manajerial (para pekerja pengetahuan) menjadi
kian dominan. Mereka adalah individu-individu yang memahami bagaimana bekerja dengan
dukungan pengetahuan, sistem-sistem informasi, simulasi dan berbagai teknik
analitis yang terkait. Dalam aktivitas ekonomi, sosial maupun politik, posisi
kalangan profesional dan manager ini akan semakin vital dalam proses pembuatan
keputusan yang bukan dilakukan secara intuitif, melainkan atas dasar kalkulasi
rasional yang berbasis pada data atau informasi yang akurat (Kuper & Kuper,
2000).
4.
Masyarakat Jaringan (Network Society): Manuel Castells
Salah
satu sumbangan baru untuk perkembangan teori sosial modern yang mengkaji
perkembangan teknologi dan revolusi informasi setelah Daniel Bell adalah
sebuah trilogi yang ditulis oleh Manuel Castells (1996, 1997, 1998) dengan
judul Information Age: Economy, Society and Culture. Dalam bukunya,
Castell mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat, kultur dan
ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi, seperti
televisi, komputer dan sebagainya (Ritzer & Goodman, 2008).
Revolusi
informasi yang dimulai di Amerika pada tahun 1970an, bukan saja mengakibatkan
terjadinya perubahan yang dahsyat di bidang pengelolaan dan peran informasi,
tetapi juga melahirkan re-strukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis
yang memunculkan apa yang disebut oleh Castells sebagai “kapitalisme
informasional”, yang kemudian memunculkan istilah "Masyarakat
Informasi". Munculnya kapitalisme informasional dan masyarakat informasi
ini didasarkan pada "informasionalisme", di mana sumber utama
produksi terletak pada kapasitas dalam penggunaan dan pengoptimalan faktor
produksi lebih berdasarkan informasi dan pengetahuan daripada berdasarkan pada
kekuatan modal. Menurut Castells yang dimaksud dengan “informasionalisme”
adalah sebuah mode perkembangan di mana sumber utama produktivitas terletak
pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berbasis
pengetahuan dan informasi.
Dalam
analisisnya, Castells (2000: 28-76) mengembangkan pemikirannya tentang
masyarakat informasi dengan mengacu pada lima karakteristik dasar teknologi
informasi, yaitu:
Teknologi
informasi senantiasa bereaksi terhadap informasi.
Karena
informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, maka teknologi ini mempunyai
efek pervasif.
Semua
sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh “logika
jaringan”.
Teknologi
baru sangatlah fleksibel, dalam arti bisa dengan mudah beradaptasi.
Teknologi
informasi sangatlah spesifik, dengan adanya informasi, maka bisa terpadu dengan
suatu sistem yang terintegrasi.
Berbeda
dengan Daniel Bell yang memprediksi kehadiran masyarakat informasional dari
struktur pekerjaan yang cenderung makin didominasi pekerjaan di sektor jasa,
Castells menganalisis perubahan yang terjadi di masyarakat sesungguhnya adalah
akibat dari perkembangan teknologi informasi yang mempunyai efek pervasif,
dan arti penting teknologi informasi itu sendiri yang mampu mengembangkan
logika jaringan di era perkembangan perekonomian dan kehidupan masyarakat yang
makin mengglobal.
Pada
tahun 1980-an, menurut pengamatan Castell di negara-negara maju muncul apa yang
ia sebut sebagai ekonomi informasional global baru yang semakin menguntungkan,
dan ekonomi ini bersifat informasional karena produktivitas dan daya saing dari
unit-unit dan agen-agen dalam ekonomi ini secara mendasar tergantung pada
kapasitas mereka untuk menghasilkan, memproses dan mengaplikasikan pengetahuan
dan informasi secara efisien melalui dukungan teknologi informasi yang ada.
Ekonomi
informasional ini bersifat menglobal, dan melintasi batas-batas negara, karena
mempunyai kapasitas untuk bekerja sebagai unit secara real time pada
skala dunia (planetary). Dan semua ini bisa terjadi karena adanya dukungan
teknologi komunikasi dan informasi yang memang memungkinkan siapa pun
penggunanya untuk menyiasati ruang dan waktu. Seorang pengusaha di sebuah
negara tertentu, di era ekonomi informasional, dalam hitungan detik yang sama
ia akan bisa membuat transaksi bisnis dengan rekan usahanya yang ada di belahan
dunia lain hanya dengan dukungan telepon atau internet. Di era perekonomian
yang makin menglobal, sulit dibayangkan aktivitas perekonomian bisa berjalan
tanpa didukung teknologi informasi dan berbasis pada informasi.
Di
era masyarakat informasi, satu hal yang penting adalah apa yang disebut
Castells sebagai “jaringan”. Fungsi-fungsi dan proses dominan pada jaman
informasi semakin terorganisir dalam "jaringan" yang didefinisikan
sebagai serangkaian "simpul yang terkait satu sama lain". Jaringan
tersebut bersifat terbuka, mampu melakukan ekspansi tanpa batas, dinamis
dan mampu berinovasi tanpa merusak sistem. Dengan adanya "jaringan"
ini, telah memungkinkan kapitalisme dapat mengglobal dan terorganisir
berdasarkan aliran keuangan global. Perkembangan perusahaan trans-nasional yang
menggurita di berbagai negara, tidak akan pernah bisa terjadi jika tidak
didukung teknologi informasi yang mampu memadukan jaringan kerja dan komunikasi
secara terintegrasi.
Dalam kajian yang dilakukan, Castells melihat bahwa mengiringi bangkitnya
ekonomi informasional global ini, konsekuensi yang tidak terhindarkan adalah
muncullah bentuk organisasional baru yang disebut perusahaan jaringan (network
enterprise). Yang dimaksud perusahaan jaringan adalah bentuk spesifik perusahaan
yang sistem sarananya dibangun dari titik temu sejumlah segmen sistem tujuan
otonom. Perusahaan jaringan ini adalah perwujudan dari kultur ekonomi
informasional global yang memungkinkan transformasi tanda-tanda ke komoditas.
Selain
perusahaan jaringan, berseiring dengan tumbuhnya masyarakat informasional,
muncul pula perkembangan kebudayaan virtual riil, yaitu satu sistem di
mana realitas itu sendiri sepenuhnya tercakup dan sepenuhnya masuk ke dalam setting citra
maya, di dunia fantasi, yang di dalamnya tampilan tidak hanya ada di tempat
dikomunikasikannya pengalaman, tetapi juga ada dalam dunia maya. Ketika
teknologi informasi makin berkembang dan lahir masyarakat informasional, maka
dunia boleh dikata telah memasuki era masa tanpa waktu, di mana masyarakat
menjadi didominasi oleh proses daripada lokasi fisik. Dalam kaitan ini, kita
memasuki era "masa tanpa waktu". Di belahan dunia manapun manusia
berada, di sana yang namanya informasi segera bisa tersedia dan diakses
masyarakat. Tidak ada regulasi dan kerangkeng besi yang bisa menahan laju dan
perkembangan informasi, karena dengan dukungan komputer dan internet, maka
orang-orang dengan bebas berselancar di dunia tanpa batas mencari informasi
apapun dan kapanpun juga.
Manuel Castells, dalam bukunya yang terdiri dari tiga volume, yaitu “The
Information City, The New Economy and the Network Society”, bukan hanya
menganalisa struktur sosial baru, yakni masyarakat jejaring, dan mengkaji
gerakan sosial dan proses politik, dalam kerangka serta berinteraksi dengan
masyarakat jejaring, tetapi ia juga berusaha menginterpretasi proses
makro-sosial, sebagai hasil dari interaksi antara kekuatan jaringan dan
kekuatan identitas, yang fokus pada tema-tema seperti runtuhnya Uni Soviet,
kebangkitan Pasifik, atau proses berjalannya eksklusi sosial global dan
polarisasi, serta ia juga mengajukan sintesa teoritikal umum. Kajian tentang
Masyarakat Informasi sendiri terletak pada buku volume pertamanya, yaitu
pengenalan ciri-ciri utama dari apa yang dianggapnya sebagai kemunculan
struktur sosial yang dominan, yakni masyarakat jejaring, di mana ditemukannya
karakteristik dari kapitalisme informasional, yang terbentuk di seluruh dunia
(lihat Webster, 2006).
Menurut pandangan Castells (lihat Castells, dalam: Webster, 2004: 138),
kemunculan masyarakat jejaring berasal dari konvergensi sejarah tiga proses
independen, yaitu: (1) Revolusi teknologi informasi, yang dibentuk sebagai
paradigma di tahun 1920-an, (2) Restrukturisasi kapitalisme dan statisme di
tahun 1980-an, dengan tujuan menyentuh kontradiksi mereka, dengan hasil akhir
yang benar-benar berbeda, dan (3) Gerakan sosial budaya tahun 1960-an, dan
kemudian 1970-an, khususnya feminisme dan ekologisme. Dalam analisisnya,
Castells menyatakan ketiga proses independen ini bukan saja menyebabkan
terjadinya perubahan sosial yang makin massif di bidang informasi, tetapi juga
berbagai konsekuensi yang berdampak pada seluruh sendi kehidupan masyarakat dan
aktivitas ekonomi.
Ciri-ciri
Masyarakat Informasi :
·
Adanya
level intensitas informasi yang tinggi (kebutuhan informasi yang tinggi) dalam
kehidupan masyarakatnya sehari – hari pada organisasi – organisasi yang ada,
dan tempat– tempat kerja
·
Penggunaan
teknologi informasi untuk kegiatan sosial, pengajaran dan bisnis, serta
kegiatan– kegiatan lainnya.
Kemampuan pertukaran data digital yang cepat
dalam jarak yang jauh
sumber :
http://adzamsenu.blogspot.com/2012/11/ciri-ciri-masyarakat-informasi.html