Kalender

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Senin, 30 Desember 2013

Masyarakat IT

Awal munculnya konsep Masyarakat Informasi sebagai bagian dari fenomena perubahan masyarakat. Sebelum konsep Masyarakat Informasi dikenal dan dipergunakan dalam berbagai kajian seperti pada saat ini, yang berkembang terlebih dahulu adalah konsep Masyarakat Pasca Industri yang dikemukakan oleh Daniel Bell. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi, konsep tentang Masyarakat Informasi diperdalam oleh Manuel Castells dengan mengkaji tentang munculnya Masyarakat Jaringan(Network Society). Berikut adalah ulasan tentang masyarakat Pasca Industri dan Masyarakat Jaringan (Network Society) :

1. Masyarakat Pasca Industri (Post Industrial Society): Daniel Bell
Melalui karyanya berjudul The Coming of Post Industrial (1976) Daniel Bell meramalkan akan adanya "Masyarakat Pasca Industri". Dalam karyanya tersebut, Bell menyebutkan bahwa basis kekuatan masyarakat post-industrial berbeda dengan dua jenis masyarakat sebelumnya, yaitu masyarakat pra industri dan masyarakat industri. Bila kekuatan utama masyarakat pra-industri terletak pada sumber daya alam, terutama lahan, dan masyarakat industri pada mesin, maka dalam masyarakat post-industrial, Bell berpendapat informasi serta teknologi informasilah sebetulnya yang menjadi kekuatan utamanya. Tanpa memiliki kemampuan untuk mengolah informasi dan dukungan teknologi informasi, boleh dikata tidak akan mungkin masyarakat mampu bertahan dansurvive dalam melangsungkan kehidupannya. Bisa dibayangkan, di era sekarang ini, bagaimana mungkin interaksi masyarakat di era global dan perkembangan sektor perekonomian bisa berlangsung jika tidak didukung teknologi informasi.
 Dalam kajian dan perkembangan ilmu sosial, konsep tentang Masyarakat Informasi dalam karya Daniel Bell sebenarnya tidak muncul begitu saja dari hasil perenungan. Bell mengemukakan prediksinya tentang kehadiran masyarakat informasi karena adanya kecenderungan data ketika itu yang memperlihatkan perubahan yang terjadi di masyarakat, terutama berkaitan dengan munculnya jenis-jenis pekerjaan baru di masyarakat. Kecenderungan utama yang mengiringi proses terbentuknya masyarakat pasca industri adalah kemunculan dan pesatnya pertumbuhan berbagai jenis lapangan kerja yang berhubungan dengan informasi, meningkatnya bisnis dan industri dengan produksi, transmisi dan analisis informasi, serta meningkatnya sentralitas peran para teknolog, yaitu para manajer dan profesional terdidik yang memiliki keahlian khusus dalam mengolah dan memanfaatkan informasi untuk keperluan pembuatan keputusan.
 Berangkat dari argumennya bahwa mayoritas jenis pekerjaan di masyarakat menentukan ciri penjelas suatu masyarakat, maka Bell berusaha membedakan jenis-jenis pekerjaan dalam evolusi masyarakat dari pra industrial hingga post-industrial. Bell menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, pekerjaan di sektor pertanian umumnya adalah mata pencaharian yang dominan dan merupakan tempat masyarakat agraris menggantungkan kehidupannya. Sementara itu, dalam masyarakat industri, berbagai pekerjaan di pabrik adalah mata pencaharian yang populer di masyarakat, dan bahkan menjadi norma tersendiri karena sebagian besar masyarakat umumnya telah menyadari bahwa mereka tidak mungkin hanya menggantung kehidupannya dari sektor pertanian di tengah munculnya berbagai pabrik dan industri yang makin massif. Dalam masyarakat pasca-industri, pekerjaan yang dominan umumnya adalah pekerjaan di bidang jasa pelayanan, terutama pekerjaan yang berbasis pada pengolahan informasi dan pemanfaatan teknologi informasi (lihat: Webster 2006: 32). Secara lebih rinci, tahap-tahap perkembangan masyarakat menurut Daniel Bell adalah sebagai berikut:
 Pertama, masyarakat pra-industri. Dalam buku The Coming of Post-Industrial Society,Bell (1976) menyebutkan bahwa dalam masyarakat pra-industri, angkatan kerja yang ada umumnya banyak terlibat dalam industri-industri ekstraktif, yaitu meliputi pertambangan, perikanan, kehutanan, pertanian. Ketika sumber daya alam melimpah, dan orang tidak terlalu harus bergantung pada teknologi untuk memperoleh sesuatu, maka kehidupan utama penduduk di era pra-industrial umumnya adalah bergantung dan banyak bersinggungan dengan alam. Orang bekerja dengan kekuatan ototnya dengan cara-cara yang telah diwarisinya, dan indrawi orang terhadap dunia terkondisi sedemikian rupa tergantung pada elemen-elemen seperti musim, sifat dari tanah, dan jumlah air. Ritme kehidupan masyarakat di era pra-industrial lebih cenderung dibentuk oleh siklus dan ritme alam, sehingga jenis pekerjaan penduduk pun umumnya sangat tergantung pada alam, yang produktifitasnya rendah, dan ekonomi pun terkait dengan wujud alam dan fluktuasi harga bahan baku dalam ekonomi dunia.
Unit kehidupan sosial yang berkembang pada masyarakat pra-industrial adalah perluasan dari rumah tangga. Secara umum, di masyarakat pra-industrial kesejahteraan belum dan tidak mudah tercapai, karena warga masyarakat yang ada cenderung hanya bisa memenuhi kebutuhan pangan untuk dirinya sendiri. Di era masyarakat pra-industrial, sering terjadi jasa pelayanan domestik menjadi murah dan berlimpah-ruah. Di Inggris, menurut Daniel Bell, sampai periode Victorian Pertengahan, kelompok pekerja terbesar tunggal dalam masyarakat ialah pembantu rumah tangga. Masyarakat pra-industri adalah masyarakat agraria yang terstruktur dalam cara-cara yang rutin dan dikelola oleh otoritas tradisional.
  Kedua, masyarakat industri. Dalam masyarakat industri – yang secara geografis menurut Bell umumnya berada di wilayah negara-negara Atlantik Utara ditambah Uni Soviet dan Jepang – mereka umumnya adalah masyarakat penghasil barang. Berbeda dengan masyarakat pra-industrial yang kehidupannya lebih banyak dikendalikan alam, kehidupan masyarakat industri ibaratnya adalah sebuah permainan bersama fabrikasialam yang bersifat teknis dan rasional. Modernisasi dan kehadiran berbagai perangkat teknologi produksi atau mesin sangat mendominasi, dan ritme kehidupan masyarakat umumnya dipacu secara mekanis. Keberadaan tenaga manual yang harus bersaing dengan teknologi modern, menyebabkan ritme kehidupan masyarakat lantas lebih sering menyesuaikan diri dengan irama mesin daripada irama kehidupan manusia itu sendiri.
Di era masyarakat industrial, penemuan energi dan mesin-mesin telah menggantikan kekuatan otot dan kehadiran listrik yang merupakan dasar bagi produktifitas merupakan tanda dari masyarakat industri. Di masyarakat industri, keahlian diuraikan ke dalam komponen-komponen yang lebih sederhana, yaitu ahli teknik, yang bertanggungjawab atas tata letak dan aliran kerja, serta pekerja setengah ahli. Dalam proses perkembangan masyarakat industri, bukan tidak mungkin di satu titik tertentu, kehadiran mesin yang diciptakan manusia nantinya justru akan menggantikan diri manusia, karena dirasakan lebih produktif dan tak berperasaan. Di masyarakat industrial, sering terjadi manusia lantas hanya diperlakukan sebagai “benda”, sehingga tak jarang terjadi apa yang disebut proses eksploitasi dan alienasi.
 Ketiga, masyarakat pasca-industri atau post-industrial.  Masyarakat yang disebut Bell sebagai masyarakat informasi ini umumnya didasarkan pada jasa pelayanan dan keahlian profesional. Berbeda dengan kaum petani dan buruh yang hanya mengandalkan pada kekuatan otot secara manual, di era masyarakat post-industrial, aktivitas perekonomian dan bahkan kehidupan sosial-politik umumnya banyak dipengaruhi bukan hanya energi, tetapi juga informasi. Pelaku utamanya disebut kaum profesional, karena mereka dalam bekerja berbekal dan dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihannya, sehingga memperoleh jenis keahlian yang semakin dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri.
Berbeda dengan masyarakat industri yang ditandai dengan kuantitas barang sebagai tanda dari standar kehidupan, maka masyarakat pasca-industri ditandai dengan kualitas kehidupan yang diukur oleh jasa dan kesejahteraan – kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan seni – yang sekarang memang dikehendaki dan menjadi dambaan bagi siapa saja. Menurut Daniel Bell, dalam transformasi masyarakat industri menuju pasca-industri, terdapat beberapa tahapan berbeda. Pertama, dalam perkembangan dasar masyarakat industri terdapat perluasan transportasi dan utilitas umum yang diperlukan sebagai jasa tambahan di dalam menggerakan barang serta semakin bertambah besarnya penggunaan energi, dan adanya peningkatan pada non-manufaktur tapi masih membutuhkan pekerja kasar. Kedua, dalam konsumsi massal terhadap barang dan pertumbuhan populasi, terdapat peningkatan pada distribusi (besar maupun retail), dan keuangan, real-estate, serta asuransi, yang merupakan pusat-pusat dari pekerjaan kantoran. Ketiga, ketika naiknya pendapatan nasional, orang menemukan bahwa proporsi uang untuk makanan di rumah mulai menurun, dan sebaliknya terjadi peningkatan proporsi uang yang digunakan untuk membeli bahan-bahan tahan lama (pakaian, rumah, mobil), selanjutnya item-item mewah, rekreasi dan seterusnya.

2. Kecenderungan Menuju Masyarakat Pasca Industri  
 Pergeseran masyarakat dari tahap industrial ke post-industrial sudah barang tentu tidak terjadi secara tiba-tiba. Salah satu indikasi terpenting ketika itu adalah bergesernya sebagian besar angkatan kerja dari sektor pertanian (sektor primer) dan manufaktur (sektor sekunder) ke sektor-sektor jasa (sektor tersier). Perkembangan lapangan kerja di bidang informasi, khususnya di lingkungan kantoran yang melahirkan pekerja “kerah putih” ikut menopang pesatnya pertumbuhan sektor-sektor jasa tersebut. Pekerjaan di bidang informasi itu sendiri sangat beragam, mulai dari pemrograman dan pembuatan perangkat lunak komputer hingga ke pengajaran dan penelitian berbagai hal yang berkaitan dengan pengelolaan informasi dan dampak perkembangan teknologi informasi. Industri-industri informasi seperti penyedia jaringan data, dan jasa-jasa komunikasi merupakan pekerjaan di bidang informasi yang tumbuh di era masyarakat post-industrial dan semua itu membuat pekerjaan informasi menjadi pilar terpenting perekonomian.
 Tentang kecenderungan munculnya berbagai pekerjaan di sektor jasa, khususnya bidang informasi, dalam The Coming of Post Industrial Society, Daniel Bell (1976) lebih rinci mengemukakan bahwa setelah pergantian abad, hanya ada tiga pekerja dari setiap sepuluh pekerja dalam negeri bekerja dalam industri jasa dan tujuh dari sepuluh pekerja terlibat dalam produksi barang. Sampai tahun 1950-an, proporsi tersebut menjadi lebih seimbang. Memasuki tahun 1968, proporsi berubah sehingga enam dari setiap sepuluh pekerja bekerja dalam bidang jasa. Kemudian pada tahun 1980-an, dengan naiknya dominansi jasa pelayanan, nyaris tujuh dari setiap sepuluh pekerja bekerja dalam industri jasa. Antara tahun 1900 dan 1980, dengan keadaan terbalik dari proporsi antar sektor, terjadi dua perubahan struktural dalam perekonomian Amerika: pertama, perubahan ke bidang jasa, dan kedua, naiknya sektor publik sebagai bidang utama lapangan pekerjaan.
 Menurut fakta sejarah yang terjadi, perubahan lapangan pekerjaan ke bidang jasa memang bukan merupakan perubahan yang sifatnya instant, tiba-tiba hadir melangkahitrend jangka panjang perkembangan masyarakat sebelumnya. Di Amerika, sebagaimana dikaji Bell, dari tahun 1870 sampai 1920, terjadi perpindahan pekerjaan masyarakat dari bidang pertanian ke industri: lapangan pekerjaan dalam bidang jasa naik cepat dalam bidang industri dan peningkatan besar dalam bidang jasa berada pada bidang-bidangtambahan dari transportasi, utilitas, dan distribusi. Ini adalah periode sejarah dari industrialisasi dalam kehidupan bangsa Amerika. Namun, setelah tahun 1920, tingkat pertumbuhan pada sektor non-pertanian mulai melandai. Lapangan pekerjaan industri masih meningkat jumlahnya, tetapi proporsi dari total lapangan pekerjaan cenderung menurun, ketika lapangan pekerjaan dalam bidang jasa mulai tumbuh dengan tingkat yang lebih cepat, dan dari tahun 1968 sampai 1980, apabila kita mengambil bidang manufaktur sebagai kunci utama bagi sektor industri, maka tingkat pertumbuhan akan kurang sampai separuh angkatan kerja secara keseluruhan.
 Perubahan besar dalam dunia ketenagakerjaan mulai terjadi di tahun 1947, setelah Perang Dunia II. Pada saat itu, lapangan pekerjaan di Amerika benar-benar seimbang. Namun semenjak usai Perang Dunia II, tingkat pertumbuhan mulai terbagi ke dalam pola baru yang dipercepat. Dari tahun 1947 sampai 1968 terdapat pertumbuhan sekitar 60 persen pada lapangan pekerjaan jasa pelayanan, sementara lapangan pekerjaan dalam industri penghasil barang meningkat lebih kurang hanya 10 persen. Di mata Daniel Bell, perkembangan sektor jasa yang luar biasa ini mengejutkan, sekaligus merupakan indikasi terjadinya pergeseran tahap perkembangan masyarakat menuju masyarakat informasi.
 Di Amerika, pertumbuhan paling penting dalam lapangan pekerjaan sejak tahun 1947 adalah pemerintahan. Satu dari setiap enam pekerja Amerika saat ini bekerja pada satu dari 80.000 atau lebih badan yang mendukung pemerintahan Amerika Serikat di waktu itu. Di tahun 1929, tiga juta orang bekerja di pemerintahan – atau sekitar 16 persen dari angkatan kerja yang ada. Sampai tahun 1980, gambaran tersebut naik menjadi tujuh belas juta orang atau 17 persen dari angkatan kerja. Namun demikian, di luar pemerintahan, perlu dicatat bahwa jasa pelayanan umum adalah bidang lapangan pekerjaan kedua yang tumbuh paling cepat antara tahun 1947 dan 1968, dan sekitar 10 persen dari lapangan pekerjaan pada jasa pelayanan umum adalah lembaga-lembaga pendidikan swasta. Pekerjaan di bidang jasa pendidikan secara keseluruhan, baik negeri maupun swasta, mencapai 8 persen dari total lapangan pekerjaan di Amerika Serikat. Dalam jasa pelayanan umum, kategori terbesarnya adalah jasa pelayanan medik, di mana lapangan pekerjaan naik dari 1,4 juta ditahun 1958 menjadi 2,6 juta pada dekade kemudian.
 Menyebarnya berbagai pekerjaan di bidang jasa pelayanan, khususnya dalam perdagangan, keuangan, pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan, menggambarkan betapa pesat perkembangan masyarakat pekerja kantoran (white-collar workers). Namun demikian, Bell juga menegaskan bahwa semua jasa pelayanan yang muncul tidak berarti pekerja kantoran, karena jasa-jasa tersebut juga meliputi pekerja transportasi dan bengkel mobil. Sebaliknya, tidak semua manufaktur adalah pekerjaan buruh (blue-collar workers). Di tahun 1970, komponen pekerjaan kantoran dalam bidang manufaktur –profesional, manajerial, tata buku, dan penjualan-- hampir mencapai 33 persen dari angkatan kerja yang ada, sementara 69 persennya adalah pekerja buruh (6.055.000 pekerja kantoran dan 13.400.000 pekerja buruh). Sampai tahun 1975 komponen pekerja kantoran mencapai 34,5 persen. Di dalam angkatan kerja pekerja buruh sendiri terdapat perubahan stabil dan berbeda-beda dari pekerjaan produksi langsung ke pekerjaan non-produksi, karena semakin banyak pekerjaan menjadi pekerjaan otomatis dan di dalam pabrik, pekerja yang dibutuhkan adalah pekerja yang berkaitan dengan mesin, seperti perbaikan dan pemeliharaan mesin, daripada pekerjaan perakitan.
 Di tahun 1980, total angkatan kerja bidang manufaktur mencapai sekitar 22 juta orang atau 22 persen dari angkatan kerja pada saat itu. Namun dengan penyebaran luas perkembangan teknologi seperti alat mesin kontrol numerik, komputer elektronik, instrumentasi, dan kontrol otomatik, maka proporsi dari pekerja produksi langsung menjadi menurun stabil.
 Terlepas apapun perubahan yang terjadi, dan seberapa besar proporsi pekerjaan di bidang jasa yang tumbuh, perubahan menjadi masyarakat pasca-industri sesungguhnya tidak hanya ditandai dengan perubahan pada sektor distribusi – tempat di mana orang bekerja – namun juga pada pola pekerjaan, yakni jenis pekerjaan yang mereka kerjakan. Di Amerika, sejak tahun 1920, kelompok pekerja kantoran menjadi kelompok pekerja dengan pertumbuhan tercepat dalam masyarakat, dan ini terus berlanjut sampai tahun 1956, dan untuk kali pertama kelompok ini melampaui lapangan pekerjaan dari pekerja buruh. Sampai tahun 1980, rasionya adalah sekitar 5:3 untuk pekerja kantoran.
 Dengan kenyataan ini, perubahan yang terjadi di masyarakat Amerika sesungguhnya adalah sangat dramatis, meski kadangkala tersamar karena hingga kini keseluruhan jumlah dari pekerja kantoran adalah para wanita pada bidang pembukuan atau penjualan; dan di masyarakat Amerika, sebagaimana pada masyarakat lainnya, status keluarga masih dinilai berdasarkan pekerjaan laki-laki. (lihat: Waters, 1996: 111-115)

3. Arti  Penting Informasi Pada Masyarakat Pasca Industri
 Selain pergeseran okupasi, kecenderungan lain yang mengiringi munculnya masyarakat pasca industri di Amerika dan di berbagai belahan dunia yang lain adalah meningkatnya arti penting pengetahuan termasuk informasi dan pengetahuan teoritis serta metodologis dan kodifikasinya yang menjelma dalam manajemen institusi-institusi sosial dan ekonomi. Dalam masyarakat pasca industri yang terpenting adalah penyusunan prediksi, perencanaan dan pengelolaan organisasi. Lebih jauh, menurut Bell, kompleksitas dan besarnya skala sistem-sistem sosial dan ekonomi menuntut adanya perencanaan dan peramalan sistematik yang lebih baik yang tidak bisa lagi diperoleh dari survei dan eksperimen biasa, tetapi perlu didukung oleh pengelolaan dan pengolahan informasi yang akurat dan senantiasa up to date (Kuper & Kuper, 2000).
 Meski Bell mengemukakan prediksi perkembangan masyarakat hanya dengan berbasis pada data sekunder pergeseran okupasi di masyarakst, namun demikian Bell dengan tegas berani menyatakan bahwa perkembangan berbagai pekerjaan di bidang jasa informasi adalah bukti yang kuat, yang menunjukkan bahwa masyarakat pasca-industri tak pelak adalah identik dengan masyarakat informasi (Bell, 1976), sehingga ’ekonomi jasa pelayanan’ menandakan tibanya era pasca-industrialisme.
Di atas telah dipaparkan bahwa di setiap tahapan perkembangan masyarakat, telah muncul karakter kehidupan dalam epos yang berbeda. Dalam masyarakat pra-industri, kehidupan adalah ’permainan terhadap alam’ di mana orang bekerja dengan lebih banyak mengandalkan kekuatan ototnya. Sementara dalam era industri, di mana kehadiran ’mesin mendominasi’ dalam wujud ’teknik dan rasionalisasi’, kehidupan adalah ’permainan terhadap alam fabrikasi’. Berlawanan dengan keduanya ini, kehidupan dalam masyarakat pasca-industri yang didasarkan pada jasa pelayanan, yang terjadi adalah permainan antar manusia, di mana apa yang penting bukanlah kekuatan otot atau tenaga, melainkan informasi (Bell, 1976).
Dengan kata lain, ketika orang berjuang untuk hidup dari lahan tanah dan tergantung pada cara-cara tradisional untuk bekerja (pra-industrialisme), dan kemudian orang terikat dengan mesin produksi (industrialisme), dengan kemunculan masyarakat jasa pelayanan/pasca-industri, maka mayoritas materi pekerjaann umumnya adalah berkaitan dengan informasi, termasuk bagaimana mengelola dan mengolah informasi untuk kepentingan kehidupan sosial, ekonomi maupun politik.
Dalam konteks hubungan dan interaksi antarmanusia, termasuk kompetisi yang berlangsung antar mereka, informasi adalah sumber daya dasarnya. Berbagai profesi yang lahir di era post-industrial, seperti bankir, pendidik, konsultan, bagian pemasaran perusahaan, dan lain sebagainya, pada dasarnya adalah profesi yang termasuk ke dalam pekerjaan jasa pelayanan atau pekerjaan informasi. Oleh karenanya, dominasi lapangan pekerjaan jasa pelayanan menimbulkan kuantitas informasi yang semakin bertambah banyak. Daniel Bell sendiri membedakan tiga jenis pekerjaan dalam masyarakat, yaitu aktivitas ekstraktif, fabrikasi dan informasi.
Di era masyarakat post-industrial, lapangan pekerjaan yang dominan dan terus bertambah tak pelak adalah pekerjaan informasi. Daniel Bell memprediksi bahwa pekerjaan di bidang jasa informasi ini akan menjadi penopang utama kehidupan masyarakat di era global seperti sekarang, karena beberapa alasan. Pertama, pekerjaan informasi adalah lapangan pekerjaan kerah-putih yang berhubungan dengan manusia daripada benda, serta menjanjikan kepuasan kerja lebih besar daripada sebelumnya. Kedua, Bell mengklaim bahwa di dalam pekerjaan profesional sektor jasa pelayanan, yakni akuntansi, lebih dari 30 persen angkatan kerjanya adalah mereka yang lahir akhir tahun 1980-an. Ini artinya bahwa ’orang pusat’ dalam masyarakat post-industrial adalah kaum profesional, karena mereka telah dilengkapi dengan pendidikan dan kepelatihan, sehingga mampu memberikan keahlian yang sangat dibutuhkan dalam masyarakat pasca-industri’. Ketiga, ’inti dari masyarakat pasca-industri ialah jasa pelayanan teknik profesionalnya’, di mana ’ilmuwan dan insinyur adalah mereka yang membentuk kelompok utama dalam masyarakat pasca-industri. Keempat, ini adalah segmen jasa pelayanan tertentu yang ’menentukan bagi masyarakat pasca-industri’. Mereka adalah para profesional dalam bidang kesehatan, pendidikan, penelitian dan pemerintahan, di mana kita mampu menyaksikan ’perluasan intelegensia baru di universitas, organisasi penelitian, profesi, dan pemerintahan’(Waters, 1996: 110).
Secara garis besar, sejumlah perubahan penting yang terjadi di masyarakat post-industrial adalah: Pertama, kehadiran pekerjaan yang lebih profesional, peranan lebih besar pada intelektual, kepentingan lebih ditempatkan pada kualifikasi, dan lapangan pekerjaan lebih bersifat orang-ke-orang. Ini tidak hanya memberikan prospek yang lebih menarik, tetapi juga meningkatkan peranan informasi/pengetahuan. Berbeda dengan era kapitalis di mana aktivitas perekonomian berkembang lebih ditentukan oleh laissez-faire atau dalam istilah Adam Smith sebagai ”tangan-tangan tuhan yang tidak kelihatan”, di era masyarakat post-industrial, peran informasi menjadi sangat penting karena para profesional tidak lagi memandang pasar bebas sebagai hal yang selalu sulit diprediksi, melainkan mereka akan memahami dinamika pasar dengan perkiraan, strategi dan perencanaan. Tanpa didukung pengetahuan dan informasi, tidaklah mungkin para profesional akan mampu membuat prediksi dan perencanaan untuk mengantisipasi dinamika pasar bebas. Oleh sebab itu, sangatlah wajar jika di era masyarakat post-industrial, peran informasi lantas berkembang menjadi sangat penting, dan bahkan menentukan.
Kedua, di era pasca industri, para cendekiawan umumnya tidak lagi perhatian pada laba dan rugi, yang menjadi persoalan adalah bagaimana memastikan dan mempersiapkan perkembangan pengetahuan anak muda, karakter sekaligus keahlian. Dokter tidak lagi menganggap pasien sebagai jumlah penghasilan X. Dalam masyarakat pasca-industri, orang tidak diperlakukan sebagai unit (nasib dari pekerja industri di era ketika perhatian utamanya adalah mesin dan uang), melainkan keuntungan dari jasa pelayanan profesional yang berorientasi pada orang yang dalilnya ada pada kebutuhan klien. Berbagai pertimbangan baru, seperti kepedulian terhadap pelestarian lingkungan, perhatian terhadap orang-orang berusia lanjut, prestasi pendidikan yang harus melebihi vokasional, semuanya merupakan preseden atas persoalan-persoalan output ekonomi dan persaingan yang dapat diatasi oleh kaum profesional berkat dukungan informasi (Webster, 2006: 32).
 Ketiga, kecenderungan lain yang terjadi adalah bergesernya kekuasaan, di mana kalangan profesional dan kelas manajerial (para pekerja pengetahuan) menjadi kian dominan. Mereka adalah individu-individu yang memahami bagaimana bekerja dengan dukungan pengetahuan, sistem-sistem informasi, simulasi dan berbagai teknik analitis yang terkait. Dalam aktivitas ekonomi, sosial maupun politik, posisi kalangan profesional dan manager ini akan semakin vital dalam proses pembuatan keputusan yang bukan dilakukan secara intuitif, melainkan atas dasar kalkulasi rasional yang berbasis pada data atau informasi yang akurat (Kuper & Kuper, 2000).

4. Masyarakat Jaringan (Network Society): Manuel Castells
        Salah satu sumbangan baru untuk perkembangan teori sosial modern yang mengkaji perkembangan  teknologi dan revolusi informasi setelah Daniel Bell adalah sebuah trilogi yang ditulis oleh Manuel Castells (1996, 1997, 1998) dengan judul Information Age: Economy, Society and Culture. Dalam bukunya, Castell mengutarakan pandangannya tentang kemunculan masyarakat, kultur dan ekonomi yang baru dari sudut pandang revolusi teknologi informasi, seperti televisi, komputer dan sebagainya (Ritzer & Goodman, 2008).
Revolusi informasi yang dimulai di Amerika pada tahun 1970an, bukan saja mengakibatkan terjadinya perubahan yang dahsyat di bidang pengelolaan dan peran informasi, tetapi juga melahirkan re-strukturisasi fundamental terhadap sistem kapitalis yang memunculkan apa yang disebut oleh Castells sebagai “kapitalisme informasional”, yang kemudian memunculkan istilah  "Masyarakat Informasi". Munculnya kapitalisme informasional dan masyarakat informasi ini didasarkan pada "informasionalisme", di mana sumber utama produksi terletak pada kapasitas dalam penggunaan dan pengoptimalan faktor produksi lebih berdasarkan informasi dan pengetahuan daripada berdasarkan pada kekuatan modal. Menurut Castells  yang dimaksud dengan “informasionalisme” adalah sebuah mode perkembangan di mana sumber utama produktivitas terletak pada optimalisasi kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi berbasis pengetahuan dan informasi.
Dalam analisisnya, Castells (2000: 28-76) mengembangkan pemikirannya tentang masyarakat informasi dengan mengacu pada lima karakteristik dasar teknologi informasi, yaitu:
Teknologi informasi senantiasa bereaksi terhadap informasi.
Karena informasi adalah bagian dari aktivitas manusia, maka teknologi ini mempunyai efek pervasif.
Semua sistem yang menggunakan teknologi informasi didefinisikan oleh “logika jaringan”.
Teknologi baru sangatlah fleksibel, dalam arti bisa dengan mudah beradaptasi.
Teknologi informasi sangatlah spesifik, dengan adanya informasi, maka bisa terpadu dengan suatu sistem yang terintegrasi.

Berbeda dengan Daniel Bell yang memprediksi kehadiran masyarakat informasional dari struktur pekerjaan yang cenderung makin didominasi pekerjaan di sektor jasa, Castells menganalisis perubahan yang terjadi di masyarakat sesungguhnya adalah akibat dari perkembangan teknologi informasi yang mempunyai efek pervasif, dan arti penting teknologi informasi itu sendiri yang mampu mengembangkan logika jaringan di era perkembangan perekonomian dan kehidupan masyarakat yang makin mengglobal.
Pada tahun 1980-an, menurut pengamatan Castell di negara-negara maju muncul apa yang ia sebut sebagai ekonomi informasional global baru yang semakin menguntungkan, dan ekonomi ini bersifat informasional karena produktivitas dan daya saing dari unit-unit dan agen-agen dalam ekonomi ini secara mendasar tergantung pada kapasitas mereka untuk menghasilkan, memproses dan mengaplikasikan pengetahuan dan informasi secara efisien melalui dukungan teknologi informasi yang ada.
Ekonomi informasional ini bersifat menglobal, dan melintasi batas-batas negara, karena mempunyai kapasitas untuk bekerja sebagai unit secara real time pada skala dunia (planetary). Dan semua ini bisa terjadi karena adanya dukungan teknologi komunikasi dan informasi yang memang memungkinkan siapa pun penggunanya untuk menyiasati ruang dan waktu. Seorang pengusaha di sebuah negara tertentu, di era ekonomi informasional, dalam hitungan detik yang sama ia akan bisa membuat transaksi bisnis dengan rekan usahanya yang ada di belahan dunia lain hanya dengan dukungan telepon atau internet. Di era perekonomian yang makin menglobal, sulit dibayangkan aktivitas perekonomian bisa berjalan tanpa didukung teknologi informasi dan berbasis pada informasi.
Di era masyarakat informasi, satu hal yang penting adalah apa yang disebut Castells sebagai “jaringan”. Fungsi-fungsi dan proses dominan pada jaman informasi semakin terorganisir dalam "jaringan" yang didefinisikan sebagai serangkaian "simpul yang terkait satu sama lain". Jaringan tersebut bersifat terbuka, mampu melakukan ekspansi  tanpa batas, dinamis dan mampu berinovasi tanpa merusak sistem. Dengan adanya "jaringan" ini, telah memungkinkan kapitalisme dapat mengglobal dan terorganisir berdasarkan aliran keuangan global. Perkembangan perusahaan trans-nasional yang menggurita di berbagai negara, tidak akan pernah bisa terjadi jika tidak didukung teknologi informasi yang mampu memadukan jaringan kerja dan komunikasi secara terintegrasi.
            Dalam kajian yang dilakukan, Castells melihat bahwa mengiringi bangkitnya ekonomi informasional global ini, konsekuensi yang tidak terhindarkan adalah muncullah bentuk organisasional baru yang disebut perusahaan jaringan (network enterprise). Yang dimaksud perusahaan jaringan adalah bentuk spesifik perusahaan yang sistem sarananya dibangun dari titik temu sejumlah segmen sistem tujuan otonom. Perusahaan jaringan ini adalah perwujudan dari kultur ekonomi informasional global yang memungkinkan transformasi tanda-tanda ke komoditas.
Selain perusahaan jaringan, berseiring dengan tumbuhnya masyarakat informasional, muncul pula perkembangan kebudayaan virtual riil, yaitu satu sistem di mana realitas itu sendiri sepenuhnya tercakup dan sepenuhnya masuk ke dalam setting citra maya, di dunia fantasi, yang di dalamnya tampilan tidak hanya ada di tempat dikomunikasikannya pengalaman, tetapi juga ada dalam dunia maya. Ketika teknologi informasi makin berkembang dan lahir masyarakat informasional, maka dunia boleh dikata telah memasuki era masa tanpa waktu, di mana masyarakat menjadi didominasi oleh proses daripada lokasi fisik. Dalam kaitan ini, kita memasuki era "masa tanpa waktu". Di belahan dunia manapun manusia berada, di sana yang namanya informasi segera bisa tersedia dan diakses masyarakat. Tidak ada regulasi dan kerangkeng besi yang bisa menahan laju dan perkembangan informasi, karena dengan dukungan komputer dan internet, maka orang-orang dengan bebas berselancar di dunia tanpa batas mencari informasi apapun dan kapanpun juga.
            Manuel Castells, dalam bukunya yang terdiri dari tiga volume, yaitu “The Information City, The New Economy and the Network Society”, bukan hanya menganalisa struktur sosial baru, yakni masyarakat jejaring, dan mengkaji gerakan sosial dan proses politik, dalam kerangka serta berinteraksi dengan masyarakat jejaring, tetapi ia juga berusaha menginterpretasi proses makro-sosial, sebagai hasil dari interaksi antara kekuatan jaringan dan kekuatan identitas, yang fokus pada tema-tema seperti runtuhnya Uni Soviet, kebangkitan Pasifik, atau proses berjalannya eksklusi sosial global dan polarisasi, serta ia juga mengajukan sintesa teoritikal umum. Kajian tentang Masyarakat Informasi sendiri terletak pada buku volume pertamanya, yaitu pengenalan ciri-ciri utama dari apa yang dianggapnya sebagai kemunculan struktur sosial yang dominan, yakni masyarakat jejaring, di mana ditemukannya karakteristik dari kapitalisme informasional, yang terbentuk di seluruh dunia (lihat Webster, 2006).
            Menurut pandangan Castells (lihat Castells, dalam: Webster, 2004: 138), kemunculan masyarakat jejaring berasal dari konvergensi sejarah tiga proses independen, yaitu: (1) Revolusi teknologi informasi, yang dibentuk sebagai paradigma di tahun 1920-an, (2) Restrukturisasi kapitalisme dan statisme di tahun 1980-an, dengan tujuan menyentuh kontradiksi mereka, dengan hasil akhir yang benar-benar berbeda, dan (3) Gerakan sosial budaya tahun 1960-an, dan kemudian 1970-an, khususnya feminisme dan ekologisme. Dalam analisisnya, Castells menyatakan ketiga proses independen ini bukan saja menyebabkan terjadinya perubahan sosial yang makin massif di bidang informasi, tetapi juga berbagai konsekuensi yang berdampak pada seluruh sendi kehidupan masyarakat dan aktivitas ekonomi.

Ciri-ciri Masyarakat Informasi :
·          Adanya level intensitas informasi yang tinggi (kebutuhan informasi yang tinggi) dalam kehidupan masyarakatnya sehari – hari pada organisasi – organisasi yang ada, dan tempat– tempat kerja
·          Penggunaan teknologi informasi untuk kegiatan sosial, pengajaran dan bisnis, serta kegiatan– kegiatan lainnya.
Kemampuan pertukaran data digital yang cepat dalam jarak yang jauh



sumber : 
http://adzamsenu.blogspot.com/2012/11/ciri-ciri-masyarakat-informasi.html

Selasa, 10 Desember 2013

Etika Dunia Teknologi Informasi

Pengertian Etika : 

Etika berasal dari bahasa Yunani ethikos yang berarti timbul dari kebiasaan. Etika mencakup analisis dan penerapan nilai-nilai seperti benar, salah, baik, buruk dan tanggung jawab. Etika dan moral harus diterapkan dalampenggunaan teknologi informasi dan komunikasi. Meski berupa dunia digital, teknologi informasi dan komunikasi hanyalah media yang dikendalikan oleh manusia.

Salah satu contoh penerapan etika dalam teknologi informasi dan komunikasi adalah etiket atau etika dan sopan santun berkomunikasi melalui Internet. Meski komunikasi melalui Internet banyak terjadi melalui tulisan dan simbol, namun pengguna Internet harus menjaga tutur katanya dan menerapkan etika yang baik. Jika seseorang memiliki etika yang baik, maka orang tersebut juga memiliki moral yang baik. Begitu juga sebaliknya. Dalam hal penggunaan perangkat lunak, etika serta moral berkaitan erat dengan hak seseorang, yakni pembuat perangkat lunak tersebut. Pembuat perangkat lunak telah bekerja keras untuk berkarya sehingga hasil karyanya itu patut dihargai dan dilindungi dengan undang-undang. Indonesia sebagai negara hukum memiliki undang-undang yang mengatur hak atas kekayaan intelektual. Selain memperhatikan etika dan moral, penggunaan komputer dan alat-alat teknologi informasi dan komunikasi lainnya harus juga memperhatikan prinsip kesehatan dan keselamatan kerja. Penggunaan perangkat keras yang tidak sesuai prosedur dapat mendatangkan dampak negatif bagi pengguna. Dalam dunia kerja, terlebih dunia kerja yang sifatnya massal dan besar, faktor-faktor kesehatan dan keselamatan kerja perlu diperhatikan dengan saksama.

Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi bagaimana menjalani kehidupan melalui rangkaian tindakan sehari – hari, etika dapat diterapkan dalam segala aspek atau segi kehidupan. Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan diantara sesamanya dan menegaskan mana yang baik dan buruk. 

Etika dalam Teknologi Informasi
Seperti yang kita ketahui perkembangan dunia IT berlangsung sangat cepat. Dengan pekembangan tersebut diharapkan akan dapat mempertahankan dan meningkatkan taraf hidup manusia. Banyak hal yang menggiurkan manusia untuk dapat sukses dalam bidang it tetapi tidak cukup dengan mengandalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, manusia juga harus menghayati secara mendalam kode etik ilmu, teknologi dan kehidupan. Banyak ahli telah menemukan bahwa teknologi mengambil alih fungsi mental manusia, pada saat yang sama terjadi kerugian yang diakibatkan oleh hilangnya fungsi tersebut dari kerja mental manusia. Perubahan yang terjadi pada cara berfikir manusia sebagai akibat perkembangan teknologi sedikit banyak berpengaruh terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma dalam kehidupannya.
Masalah etika juga mendapat perhatian dalam pengembangan dan pemakaian sistem informasi. Masalah ini diidentifikasi oleh Richard Mason pada tahun 1986 (Zwass, 1998) yang mencakup privasi, akurasi, property, dan akses.
1. Privasi
Privasi menyangkut hak individu untuk mempertahankan informasi pribadi dari pengaksesan oleh orang lain yang memang tidak diberi ijin untuk melakukannya. Contoh isu mengenai privasi sehubungan diterapkannya sistem informasi adalah pada kasus seorang manajer pemasaran yang ingin mengamati email yang dimiliki bawahannya karena diperkirakan mereka lebih banyak berhubungan denganemail pribadi daripada email para pelanggan. Sekalipun manajer dengan kekuasaannya dapat melakukan hal itu, tetapi ia telah melanggar privasi bawahannya
2. Akurasi
Akurasi terhadap informasi merupakan factor yang harus dipenuhi oleh sebuah sistem informasi. Ketidakakurasian informasi dapat menimbulkan hal yang mengganggu, merugikan, dam bahkan membahayakan. Sebuah kasus akibat kesalahan penghapusan nomor keamanan social dialami oleh Edna Rismeller. Akibatnya, kartu asuransinya tidak bisa digunakan dan bahkan pemerintah menarik kembali cek pensiun sebesar $672 dari rekening banknya. Mengingat data dalam sistem informasi menjadi bahan dalam pengambilan keputusan, keakurasiannya benar-benar harus diperhatikan.
3. Properti
Perlindungan terhadap hak property yang sedang digalakkan saat ini yaitu dikenal dengan sebutan HAKI (Hak Atas Kekayaan Intelektual). Kekayaan Intelektual diatur melalui 3 mekanisme yaitu hak cipta (copyright), paten, dan rahasia perdagangan (trade secret).
  • Hak Cipta

Hak cipta adalah hak yang dijamin oleh kekuatan hokum yang melarang penduplikasian kekayaan intelektual tanpa seijin pemegangnya. Hak cipta biasa diberikan kepada pencipta buku, artikel, rancangan, ilustrasi, foto, film, musik, perangkat lunak, dan bahkan kepingan semi konduktor. Hak seperti ini mudah didapatkan dan diberikan kepada pemegangnya selama masih hidup penciptanya ditambah 70 tahun.
  • Paten

Paten merupakan bentuk perlindungan terhadap kekayaan intelektual yang paling sulit didapat karena hanya akan diberikan pada penemuan-penemuan inovatif dan sangat berguna. Hukum paten memberikan perlindungan selama 20 tahun.
  • Rahasia Perdagangan

Hukum rahasia perdagangan melindungi kekayaan intelektual melalui lisensi atau kontrak. Pada lisensi perangkat lunak, seseorang yang menandatangani kontrak menyetujui untuk tidak menyalin perangkat lunak tersebut untuk diserhakan pada orang lain atau dijual.
4. Akses
Fokus dari masalah akses adalah pada penyediaan akses untuk semua kalangan. Teknologi informasi malah tidak menjadi halangan dalam melakukan pengaksesan terhadap informasi bagi kelompok orang tertentu, tetapi justru untuk mendukung pengaksesan untuk semua pihak.
4 Jenis Isu Dalam Etika TI

1. Isu Privasi : rahasia pribadi yang sering disalahgunakan orang lain dengan memonitor e-mail, memeriksa komputer orang lain, memonitor perilaku kerja (kamera tersembunyi). Pengumpulan, penyimpanan, dan penyebaran informasi mengenai berbagai individu/pelanggan dan menjualnya kepada pihak lain untuk tujuan komersial. Privasi informasi adalah hak untuk menentukan kapan, dan sejauh mana informasi mengenai diri sendiri dapat dikomunikasikan kepada pihak lain. Hak ini berlaku untuk individu, kelompok, dan institusi.

2.  Isu akurasi: autentikasi, kebenaran, dan akurasi informasi yang dikumpulkan serta diproses. Siapa yang bertanggung jawab atas berbagai kesalahan dalam informasi dan kompensasi apa yang seharusnya diberikan kepada pihak yang dirugikan

3. Isu properti: kepemilikan dan nilai informasi (hak cipta intelektual). Hak cipta intelektual yang paling umum berkaitan dengan TI adalah perangkat lunak. Penggandaan/pembajakan perangkat lunak adalah pelanggaran hak cipta dan merupakan masalah besar bagi para vendor, termasuk juga karya intelektual lainnya seperti musik dan film. 

4. Isu aksesibilitas: hak untuk mengakses infomasi dan pembayaran biaya untuk mengaksesnya. Hal ini juga menyangkut masalah keamanan sistem dan informasi.

Sumber : 
Haki_etika_K3-dalam-tik.pdf

Rabu, 16 Oktober 2013

KEJAHATAN DUNIA MAYA atau "CyberCrime"


            Kemajuan teknologi informasi yang serba digital membawa orang ke dunia bisnis yang revolusioner (digital revolution era) karena dirasakan lebih mudah, murah, praktis dan dinamis berkomunikasi dan memperoleh informasi. Di sisi lain, berkembangnya teknologi informasi menimbulkan pula sisi rawan yang gelap sampai tahap mencemaskan dengan kekhawatiran pada perkembangan tindak pidana di bidang teknologi informasi yang berhubungan dengan “cybercrime” atau kejahatan dunia maya
Fenomena cybercrime memang harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada umumnya. Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban kejahatan. Bisa dipastikan dengan sifat global internet, semua negara yang melakukan kegiatan internet hampir pasti akan terkena imbas perkembangan cybercrime ini. Saat ini regulasi yang dipergunakan sebagai dasar hukum atas kasus-kasus cybercrime adalah Undang-undang Telekomunikasi transaksi elektronika dan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun demikian, interpretasi yang dilakukan atas pasal-pasal KUHP dalam kasus cybercrime terkadang kurang tepat untuk diterapkan. Oleh karena itu urgensi pengesahan RUU Cyberlaw perlu diprioritaskan untuk menghadapi era cyberspace dengan segala konsekuensi yang menyertainya termasuk maraknya cybercrime belakangan ini.

cybercrime terdiri dari dua kata, yakni ‘cyber’ dan ‘crime’. Kata ‘cyber’ merupakan singkatan dari ‘cyberspace’, yang berasal dari kata ‘cybernetics’ dan ‘space’ Istilah cyberspace muncul pertama kali pada tahun 1984 dalam novel William Gibson yang berjudul Neuromancer.

PENGERTIAN CYBERCRIME MENURUT BEBERAPA AHLI :
  1. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (2013) mengartikancybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal.
  2. Forester dan Morrison mendefinisikan kejahatan komputer sebagai: aksi kriminal dimana komputer digunakan sebagai senjata utama.
  3. Girasa (2013) mendefinisikan cybercrime sebagai : aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen utama.
  4. M.Yoga.P (2013) memberikan definisi cybercrime yang lebih menarik, yaitu: kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan teknologi cyber dan terjadi di dunia cyber.

PENGERTIAN CYBERCRIME MENURUT BEBERAPA PAKAR :
  1. The U.S. Department of Justice memberikan pengertian Computer Crime sebagai: "… any illegal act requiring knowledge of Computer technology for its perpetration, investigation, or prosecution".
  2. Organization of European Community Development, yaitu: "any illegal, unethical or unauthorized behavior relating to the automatic processing and/or the transmission of data".
  3. Andi Hamzah dalam bukunya “Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer” (1989) mengartikancybercrime sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai penggunaan komputer secara ilegal. 
  4. Eoghan Casey “Cybercrime is used throughout this text to refer to any crime that involves computer and networks, including crimes that do not rely heavily on computer“.

Jadi Cybercrime adalah tidak criminal yang dilakkukan dengan menggunakan teknologi computer sebagai alat kejahatan utama. Cybercrime merupakan kejahatan yang memanfaatkan perkembangan teknologi computer khusunya internet.
 
MACAM-MACAM CYBERCRIME
1.    Eavesdropping
Adalah tindakan melakukan intersepsi secara real-time yang tidak diotorisasi terhadap komunikasi pribadi, seperti telepon, short message, video conference atau fax transmission. Pada umumnya tindakan ini dilakukan untuk mencuri data yang dikirimkan melalui jaringan tanpa dienkripsi terlebih dahulu. Pembicaraan melalui VoIP (Voice over Internet Protocol) yang tidak dienkripsi terlebig dahulu lebih mudah untuk diintersepsi
2.    Snooping
Yaitu memata-matai aktivitas-aktivitas pengguna komputer/internet dengan cara mengintip isi e-mail atau melihat gerakan tangan pada keyboard.  Dalam pelaksanaan ini, pelaku sering menggunakan keylogger. Software ini berfungsi merekam setiap tombol yang ditekan pengguna ketika menggunakan komputer kemudian hasilnya dikirimkan ke e-mail pelaku. Hasil yang direkam bisa berupa data - data pribadi seperti ID, password, tanggal lahir, alamat, dll.
3.    Spoofing
Tindakan menyusup jaringan di internet dengan cara memalsukan IP Address dan kemudian melakukan serangan ke jaringan yang berhasil disusupi tersebut. Tindakan ini mengakibatkan firewall dari target menjadi terkecoh. Dengan memalsukan IP Address, paket data yang datang tersebut seolah - olah berasal dari sumber yang terpercaya, sehingga pelaku dapat masuk ke jaringan secara "legal". Setelah masuk ke jaringan pelaku mulai dengan aksi kejahatannya.
4.    Phising
Tindakan dengan membuat situs palsu yang mengharuskan pengguna memasukkan data pribadi korban yang seolah-olah situs itu merupakan situs resmi.
5.    Spyware


         Software ini merupakan software yang diinstal secara diam-diam melalui web. Sekali diinstal spyware akan memungkin pihak lain untuk mengumpulkan informasi-informasi penting seperti keystroke, ID, Password, alamat e-mail, dan history dari halaman web yang dikunjungi korban  

Sumber : 
    http://cybereptik.blogspot.com/p/anggota.html
http://ogapermana.blogspot.com/2013/04/pengertian-cyber-crime-menurut-para-ahli_11.html
http://cegahhacker.blogspot.com/2013/04/macam-macam-cybercrime.html
luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.com.com tipscantiknya.com